Begitu kuat dan berpeluang sangat besar mengalahkan para calon lainnya, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sekarang diperkirakan akan mampu melaju mulus ketika digelarnya Pemilihan Presiden pada tahun 2019 mendatang.
Dikarenakan hal itu, bagi yang kurang optimis dapat bersaing langsung dengan Jokowi, maka opsi sebagai wakil presiden adalah yang paling masuk akal untuk dilakukan.
Salah satunya saja seperti yang menjadi perbincangan publik dan pakar politik Tanah Air beberapa bulan lalu di mana sempat ada wacana menggandengkan Jokowi dan Prabowo Subianto sebagai presiden dan wakil presiden di Pemilu 2019 nanti.
Hanya saja, nampaknya kedua pihak yang terkait kurang begitu memberikan respon positif akan ide tersebut.
Setelah Prabowo dianggap kurang dapat disandingkan dengan Jokowi, muncul satu lagi wacana lain yang mana memajukan Agus Harimurti Yudhoyono atau kerap hanya dipanggil dengan sebutan AHY itu.
Bahkan sempat menjadi satu pembicaraan yang cukup santer ketika tiba-tiba AHY berkunjung ke Istana Negara, Jakarta Pusat pada tanggal 6 Maret 2018 lalu untuk bertemu Jokowi dan membicarakan masalah sistem demokrasi Indonesia.
Ada yang mengatakan bahwa kedatangan AHY ke Istana Presiden tersebut adalah satu langkah awal penggabungan kekuatan dari Partai Demokrat dan Partai PDIP yang mengusung Jokowi. Namun sayangnya, kembali wacana tersebut hanya tinggal wacana saja.
Tidak berhasil ‘mendapatkan’ Jokowi, nampaknya ambisi Partai Demokrat dan Keluarga Cikeas untuk memajukan AHY sebagai Presiden Indonesia tetap besar.
Terbukti bahwa beberapa hari lalu muncul ide untuk memasangkan AHY dari Partai Demokrat dengan Wakil Presiden Republik Indonesia sekarang ini, Jusuf Kalla sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2019 mendatang.
“Ada suara-suara kader yang mengusulkan nama Pak JK berpasangan dengan AHY. Kami melihat kapasitas dan kapabilitas Pak JK, sehingga masuk radar Partai Demokrat,” jelas Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Namun pihak Partai Demokrat tidak sekonyong-konyong akan mendeklarasikan bahwa mereka telah memiliki capres dan cawapres, yaitu AHY dan JK karena akan ada pembicaraan lebih mendalam lagi dalam intern partai atau juga dengan Partai Golkar yang mana mengusung JK selama ini.
“Ketika masyarakat ingin AHY cawapres, ya kami lebih fokus di situ. Partai akan memasangkan AHY dengan tokoh senior. Kami masih melakukan komunikasi terbatas dengan beberapa tokoh Golkar. Tapi ini semua masih pembicaraan tahap menyerap kemungkinan bisa terwujud atau tidak,” lanjut Ferdinand.
Terkait dengan masalah tersebut, ketika dikonfirmasikan secara langsung ke JK, pria yang bernama lengkap Muhammad Jusuf Kalla tersebut hanya menanggapinya dengan senyuman. Namun ketika didesak untuk memberikan komentarnya, JK justru tidak ingin memunculkan polemik dan memilih untuk tidak berkomentar.
“He-he-he…, saya tidak bisa memberikan komentar soal itu. Karena saya sendiri tidak tahu. Saya belum memikirkan hal itu. Pertama, karena ini kan politik sangat berubah-ubah. Dan yang dimaksud masyarakat kan sangat luas sekali, tidak berarti komentar berapa orang bisa mewakili seluruh masyarakat. Masyarakat kita ini penduduknya 260 juta nih, yang punya hak pilih hampir 200 juta,” kata JK.
JK sendiri juga pernah mengatakan sebelumnya bahwa setelah masa jabatannya berakhir nanti, dia ingin istirahat dan meluangkan waktu bersama keluarga di rumah dan lebih memilih untuk belajar kembali dan lebih memperdalam ilmu agama.
“Saya seperti biasa tetap merencanakan istirahat sambil ngurus pendidikan, ngurus agama,” lanjutnya.